Pertemuan di sebuah gedung aula yang lumayan besar di
salah satu Universitas “yang katanya ternama” menyisakan sebuah kenangan
bagiku, diri seperti kembali kemasa lalu disaat dia ada. Hingga kaki menapakkan
bekasnya dirumah fikir ini masih tak terhenti untuk berputar dengan senyum dan
wajah itu, apakah itu dia? Apa itu titisannya? Huh, otak kosong saat itu,
hingga semua tujuan dan keegoisan bergejolak menjadi satu. Hati tak sabar ingin
kembali bertemu, harapan selalu menginginkan melihat wajah itu lagi.
Hingga saat tiba,
pertama memasuki ruang kuliah, duduk diantara baris-baris kursi yang berjajar
rapi, aku melihat wajah itu untuk kedua kalinya, dan aku melihat senyum
kenangan dimasa lalu. Hati terasa bergetar, tangan dan kakiku gemetar, aku
tatap mata itu, aku tatap bibir itu, kenapa tak ada yang berbeda darimu, dalam
keheningan pagi waktu seakan terhenti, dan kenangan itupun hadir kembali. Mata
tak mampu untuk menahan air hingga meneteskan satu persatu rindu dan kerisauan kalbu.
Saat dia menatapku, aku palingkan wajah sembari mengingat tatapan itu, sembari
menahan gejolak hatiku, aku mencoba untuk tersenyum, dan berani menatap matanya
agar aku tahu siapa dirinya.
Akhirnya aku mampu melihat sisi lain dari dirinya, aku
mengerti dan faham siapa dia. Dia bukan masa lalu yang selalu aku rindu, dia
bukan cinta yang usai namun aku damba, dia adalah dia, dan masa laluku tak akan
sama dengan dia, karena hanya sedikit sifat dan sikap yang sama dari mata yang
bercerita. Waktu berlalu hingga aku benar-benar tahu dia, kita semakin dekat
dan akrab yang awalnya hanya karena sebuah ejekan BEBek dan AYam, hingga waktu
membuatku semakin dekat dengannya. Dalam hati tak sedikitpun aku mempunyai rasa
melebihi rasa seorang kakak kepada adiknya, rasa ingin menjaga dan
melindunginya dari apapun yang akan menyakitinya sampai aku berani menaruh
sedikit hidupku didirinya, tak lain agar dia selalu terjaga dalam setiap senyum
indahnya. Aku sadar apa yang aku lakukan itu sangat konyol, hal yang seharusnya
aku simpan agar aku mampu bertahan malah aku berikan kepadanya, hal yang mampu
membuatku tegar aku sisipkan disela jiwanya. Akan tetapi aku lebih takut
kehilangan senyum itu dibandingkan nyawa tubuhku, aku lebih takut dia merasakan
sakit dibandingkan setiap sakit yang aku lalui. Fikirku “toh aku juga gak akan
mungkin normal seperti orang lain, jikapun aku tiada gak akan ada yang
mengingatku selain keluargaku, jadi tak apalah aku merasakan semua ini.” Yang
terpenting bagiku aku selalu bisa melihat senyum itu walau bukan milikku.
Hari dan hari berlalu dalam hidupku yang baru, namun
hampa selalu ada menaungi jiwa yang tak lagi utuh, kekasih hanya damba, bukan
sebuah perhatian dan rasa sayang, namun hanya kebetean dan keacuhan yang dia
beri, hingga aku berfikir aku tak pantas dia miliki, karena aku tak mampu
mebuat hari-harinya penuh senyum. Dan akupun lebih memikirkan dia dibanding
kekasihku itu. Sampai pada suatu saat aku menerima sebuah ungkapan rasa kecewa
darinya, mengungkapkan rasa cinta yang aku tumbuhkan dihatinya, aku bingung
akan hal itu Karena tak sedikitpun aku berharap itu terjadi padanya, aku hanya
ingin menjaganya dan melukis senyum diwajahnya, namun ternyata dia terlalu
kecewa hingga diapun sedikit membalikkan muka untukku, akupun kembali pada hari
tanpa dirinya, disaat luka itu tumbuh dia berkata: “tenang ini tak seperti rasa
yang teramat besar, ini hanya rasa biasa yang akan hilang beriringan waktuku.”
Tentu saja kata itu tak semata aku percaya, hingga aku mendengar bahwa dia
menemukan seseorang yang dapat menjadi sandaran dan kebahagiaan yang selama ini
dia cari. Aku merasa bahagia walau dalam relung hati aku merasakan luka yang
menyayat dan mengiris, akan tetapi aku sadar, kebahagiaannya itu yang
terpenting bagiku, dan kebahagiaan kekasihku juga harus aku wujudkan agar
hubunganku tak menjadi rancu akibat keegoisanku.
Tulisan ini hanya sebuah ungkapan kerisauan hati yang
tak mampu keluar dari bibir, kata yang tersususn karena hampa dan rasa tak
pantas menaungi jiwa. Semoga engkau yang disana selalu tersenyum dan
mengingatku, semoga aku mampu memberikan kebahagiaan kepada kekasihku, dan
semoga dia benar menemukan apa yang dia damba hingga aku percaya bahwa dia
selalu tejaga dan akupun benar-benar rela melepasnya. Sebuah kasih, sebuah
sayang dan cinta tak akan melukai jika kita mampu menguasai ego dan emosi.
Walau rasa lukapun memenuhi setiap ruang dalam hati. Aku tetap disini.